Jumat, 08 Februari 2008

Siapa Wanita Yang Mendidik Anak ini?

Surabaya, 8 Februari 2008 18:56
Tersentuh bgt gw pas pertama baca salah satu postingan blog.nya Adhitya Mulya di http://www.suamigila.com/ story itu juga bukan ttng dia, yg penting dr story ini adalah moral ceritanya, buat lo smua yg cuma bisa ngabisin duit bokap nyokap lo especially lo yg masih sekolah or kuliah, at least blom bisa cari duit sendiri, lo bisa berkaca dari story ini, mungkin dr cerita ini kita bisa sedikit menghargai uang dan bisa lebih peduli sama orang lain yg butuh bantuan kita. Begini ceritanya:
-----------------------------------------------------
Setelah menyetir terlalu lama sepulang dari kampung saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan saya. "Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas dan akhirnya dia berlalu.

Pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Gak sampe 20 menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri calon pembeli lain. Saya lihat dia menghampiri sepasang suami istri. Mereka juga menolak tawaran anak itu, dan dia berlalu begitu saja. "Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika menghampiri meja saya lagi. "Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pun pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia tanya, "mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak,... Ibu." Halus budi bahasanya pikir saya.

Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya. Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Namun belum sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi sudah berdiri di samping mobil.
Dia tersenyum kepada saya. Saya turunkan kaca jendela, dan membalas senyumannya. "Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlu bawa kue saya buat oleh-oleh untuk adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali, sambil tersenyum. Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya. Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp 20.000,- padanya. "Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan yang meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima restoran. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah kagetnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp20.000,- pemberian saya itu kepada seorang pengemis buta. Saya terkejut, saya hentikan mobil, dan memanggil anak itu."Kenapa Bang, mau beli kue ya?" tanyanya. "Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau dia tahu saya bawa pulang duit sebanyak itu, sedangkan jualan masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak, mengemis itu kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu. "Abang mau beli semua ?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah saya kelu mau berkata."Rp 25.000,- saja Bang...." Dengan gembira dia memasukkan satu per satu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan berlalu dari pandangan saya.

Ya Tuhan!. Saya hanya bisa bertanya-tanya di dalam hati, siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidik anak itu?. Sesungguhnya saya kagum dengan sikapnya. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.......
------------------------------------------------------

Selasa, 05 Februari 2008

Bisakah kita menjadi lelaki seperti dia???

Gw pertama dapet story ini dr email yg dikirim mbak Amel, dia senior gw, tp skrng dia udah pindah kantor and stay di Singapore, it is so touchy story, begini ceritanya:
>>> Based on True Story..

Dilihat dari usianya, beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun, kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit, istrinya juga sudah tua, mereka menikah sudah lebih dari 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak di sinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat, tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas Maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan untuk merawat ibu daroi anak2nya, yang dia inginkan hanya satu, semua anaknya berhasil. Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata "Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu". Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu bergantian". Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka. "Anak2ku, jikalau hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian".
Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yg selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun, coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini, kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang". Kalian menginginkan bapak yg masih diberi Allah kesehatan dirawat oleh orang lain bagaimana dengan ibumu yg masih sakit. Sejenak meledaklah tangis anak2 Pak Suyatno, merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber di acara Islami selepas shubuh dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yg sudah tidak bisa apa2.
Di saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir, di studio kebanyakan kaum perempuan pun tidak sanggup menahan haru, di situlah Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta tapi dia tidak mencintai karena Allah, semuanya akan luntur. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2. Sekarang dia sakit, berkorban untuk saya karena Allah dan itu merupakan ujian bagi saya, sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit, setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya.